Kerajaan Sunda Antara 669-1579 M

Kerajaan Sunda merupakan kelanjutan dari kerajaan tarumanagara, yang didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 561 caka sunda (669 M). Seperti halnya Tarumanagara, yang dikenal karena ibukotanya di sekitar sungai Citarum, nama kerjaan Sunda juga diazaskan atas nama ibukotanya Sundapura.
Raja terakhir Tarumanagara, Sri Maharaja Linggawarman yang berkuasa 3 tahun,  dari tahun 666 -669 M, mempunyai 2 orang putri. Putri tertuanya, Dewi Manasih menikah dengan tarusbawa dari Sunda, sedang putri yang kedua Sobakancana menikah dengan Depuntahyang Srijanayasa, pendiri kerajaan Sriwijaya.
Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa, yang memindahkan ibukotanya ke Sundapura. Hal ini juga yang menyebabkan  penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702 M).
Setelah kekalahan kerajaan Sunda oleh Banten, maka kerajaan Sunda sering disebut dengan nama kerajaan Pajajaran, yang dinisbahkan kepada nama ibukotanya, Pakuan Pajajaran.

Luas Wilayah dan Kekuasaan
Menurut naskah Wangsakerta, kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang menggantikan kerajaan Tarumanegara.  Sejak zaman Sanjaya (mp. 723-732 M) sampai dengan Sribaduugamaharaja, wilayah kekuasaan kerajaan sunda meliputi seluruh Jawa barat sekarang, DKI Jakarta, bagian barat Jawa Tengah (daerah Banyumas, Brebes, Purwekerto, Cilacap), dari ujung kulon disebelah barat hingga sungai Cipamali (kali Brebes) dan sungai Ciserayu (kali Serayu)  di sebelah timur, dan Lampung. Salah seorang penguasa Sunda yang menikah dengan putri dari penguasa Lampung adalah Prabu Niskala Wastu Kancana.     
Tentang perbatasan wilayah timur, diceritakan dalam tulisannya oleh Bujangga Manik, seorang intelektual Sunda waktu itu dan juga seorang pelancong dan pendeta Hindu. Bujangga Manik atau Prabu jaya pakuan  melakukan perjalanan ke Jawa, dan Bali untuk mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu pada awal abad 16 M. Tulisan bujangga Manik  sekarang tersimpan di perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627 M.
Jaya pakuan menulis dalam perajalanan pertamanya:
”Sadatang ka tungtung Sunda, meuntasing di Cipamali,. Datang ka alas jawa”.
(Ketika  ku mencapai perbatasan (tungtung = ujung / akhir) sunda, ku menyebrangi sungai Cipamali. Dan masuklah ke hutan Jawa).

Kemaharajaan Sunda merupakan gabungan dari beberapa kerajaan yang berdiri secara otonom. Kerajaan-kerajaan tersebut, antara lain:
Cirebon Larang
Cirebon Girang
Sindang Barang
Sukapura (galunggung)
Kidanglamatan
Galuh
Astuna Tajeknasinng
Sumedang Larang
Ujung Muhara
Ajong Kidul
Kamuning Gading
Pancakaki
Tanjung Singguru
Nusakalapa
Banten Girang
Ujung kulon
Galunggung
Panjalu

Ibukota
Pusat pemerintahan (ibukota) kerajaan sunda berpindah-pindah. Setidaknya ada 4 tempat yang pernah menjadi ibukota atau pusat pemerintahan kerajaan Sunda, yaitu: Sundapura (Prahyangan Sunda), Galuh, Kawali dan Pakuan Pajajaran. Disamping itu terdapat juga kota Saunggalah, yang pernah menjadi ibukota putra-putra mahkota raja, pada masa Rahiyang darmasiksa dan putranya, Prabu Ragasuci.
Menurut Saleh Danasasmita (1975:4), pusat kerajaan Sunda yang berpindah-pindah itu pernah berlokasi secara kronologis sebagai berikut: Galuh, Pakuan, Saunggalah, Pakuan, Kawali, dan Pakuan. Dengan demikian ibukota kerajaan Sunda berakhir pada waktu kerajaan Sunda berkedudukan di Pakuan Pajajaran. Sehingga kerajaan Sunda  waktu itu lebih terkenal dengan nama Pakuan Pajajaran, yang dinisbahkan kepada nama ibukotanya.
Dengan demikian, istilah kerajaan Pajajaran diakhir kerajaan Sunda harus diartikan sebagai kerajaan yang ibukotanya bernama Pakuan Pajajaran.

Sundapura (Parahiyangan Sunda)
Sundapura atau Parahyangan adalah ibukota awal dari kerajaan Sunda. Kota ini menjadi pusat pemerintahannya di era pendirinya, Prabu Tarusbawa, kemudian Sanjaya. Ibukota Sundapura didirikan oleh raja Tarumanagara, Purnawarman.

Galuh
Galuh adalah suatu wilayah yang sekarang disebut Ciamis. Galuh  berasal dari bahasa sangsekerta  yang berarti batu permata. Pada awalnya Galuh merupakan ibukota kerajaan Kendan di era Tarumanagara, yang didirikan oleh Wretikandayun. Tetapi kemudian terkenal sebagai ibukota kerajaan yang merdeka setelah Tarumanagara mengalami kemunduran, dan dialihkan ke Sundapura, oleh Tarusbawa. Galuh menjadi ibukota kerajaan Galuh itu sendiri, yang diperintah oleh Wretikandayun  hingga prabu Gajah kulon. Setelah Prabu gajah Kulon, Galuh dan Sunda merupakan satu kesatuan dan hanya disebut Sunda saja (atau Sunda Galuh).
Galuh menjadi ibukota kerajaan Sunda ketika masa pemerintahan Prabu Sanghiyang Ageng (mp. 1019-1030 M).. Masa pemerintahan Galuh berakhir  kira-kira tahun 1333 M, ketika Raja Adiguna Linggawisesa atau sang Dumahing Kending ( mp. 1333-1340 M) mulai bertahta di Kawali, sedangkan kakanya Prabu Citrganda atau Sang Dumahing Tanjung bertahta di Pakuan Pajajaran.

Saunggalah
Saunggalah menjadi ibukota kerajaan Sunda  ketika masa awal pemerintahan Prabu Guru Darmasiksa (mp. 1175-1297 M) selama 12 tahun, tetapi kemudian ia memindahkan pusat kerajaannya di Pakuan. Pusat pemerintahan di Saunggalah diteruskan oleh anaknya Prabu Ragasuci yang memerintah tanah Sunda pada tahun 1297-1303 M.

Kawali
Dari tahun 1333 sampai dengan 1482 M, pusat pemerintahan Sunda  (ibukota) berkedudukan di Kawali. Karena itu periode ini disebut sebagai zaman kawali dalam pemerintahan kerajaan Sunda dan mengenal 5 orang raja. Lain dengan Galuh, nama Kawali terabadikan  dalam 2 preasasti batu peninggalan Prabu Wastukencana yang tersimpan di Astana Gede Kawali. Dalam prasasti itu di tegaskan ” Mangadeg di kuta kawali” (bertahta di kota kawali) dan keratonnya disebut Surawisesa, yang dijelaskan sebagai ”Dalem Sipawindu hurip ” (Keraton yang memberikan ketenangan hidup).
Diantara raja-raja Sunda yang menjadikan Kawali sebagai ibukotanya, adalah: Prabu Lingga Dewata (mp. 1311-1333 M), Prabu Ajiguna Wisesa (mp. 1333-1340 M), dan Wastukancana.

Pakuan
Ibukota terakhir kerajaan Sunda adalah Pakuan. Pakuan menjadi pusat seluruh wilayah Sunda ketika masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, hingga kejatuhannya di masa cicitnya. Era Sri Baduga Maharaja atau yang terkenal dengan nama Prabu Siliwangi, kerajaan Sunda lebih terkenal dengan nama kerajaan Pajajaran, yang dinisbahkan kepada pusat pemerintahannya Pakuan Pajajaran.
Pakuan terkenal memiliki pertahanan yang kuat, baik secara alami maupun kokohnya benteng pertahanan. Kokohnya benteng pertahanan ini pada awalnya merupakan jasa daripada sang Banga (Hariang Banga) pada tahun 739 M, yang waktu itu berada di bawah pengaruh Sang Manarah (Ciung Wanara) yang berkuasa di kraton Galuh. Kemudian benteng pertahanan diperkuat lagi di era pemerintahan Sri Baduga Maharaja Jayadewata (Prabu Siliwangi).
Dalam laporan Tome Peres (1513) disebutkan bahwa letak ibukota kerajan Sunda, yang ia katakan sebagai (Dayeuh), dan terletak di daerah pegunungan 2 hari perjalanan dari pelabuhan Kalapa di muara Ciliwung.

f. Antara Galuh, Saunggalah, dan Pakuan
Telah disebutkan, kehadiran orang Galuh sebagai Raja Sunda di Pakuan saat itu belum dapat diterima; sama halnya dengan kehadiran Sanjaya dan Tamperan sebagai orang Sunda di Galuh pada masa sebelumnya. Karena perbedaan daerah asal inilah, Prabu Darmaraksa (891-895) akhirnya tewas mengenaskan. Nyawanya berakhir di tangan seorang menteri Sunda yang fanatik.
Semenjak peristiwa itu, setiap raja Sunda yang baru dinobatkan selalu memperhitungkan tempat kediaman yang akan dipilihnya menjadi ibukota. Maka dari itu, pusat pemerintahan sering berpindah-pindah dari timur ke barat dan sebaliknya (antara 895 hingga 1482 M). Sebagai contoh: ayah Sri Jayabhupati berkedudukan di Galuh, namun Jayabhupati sendiri memilih tinggal di Pakuan; tetapi putra Jayabhupati berkedudukan di Galuh lagi. Begitu pula dengan Prabu Guru Dharmasiksa (1175-1187) yang menurut Kropak 406, mula-mula berkedudukan di Saunggalah, kemudian pindah ke Pakuan. Putranya, Prabu Ragasuci, berkedudukan di Saunggalah. Jadi, ada kalanya Galuh menjadi kerajaan utuh terlepas dari Kerajaan Sunda, ada kalanya berperan sebagai "kerajaan kembar" bersama Sunda.

*) Dayeuh dalam bahasa sunda berarti kota. Banyak nama di wilyaha Pasundan yang daiawali dengan nama dayeuh, seperti: dayeuh Luhur di sumedang, hal ini menandakan bahwa kota itu pernah menjadi ibukota atau kota penting dikerajaan tersebut.
**)Menurut Ekadjati (93:75) ada 4 kawasan yang pernah menjadi ibukota kerajaan Sunda, yaitu: Galuh, Parahyangan Sunda, Kawali dan Pakuan Pajajaran.

Tidak ada komentar